1. Perkampungan Rumah Tuo di Kecamatan Tabir
Perkampungan Rumah Tuo merupakan salah satu bentuk peninggalan sejarah yang terletak di Kecamatan
Tabir 28 Km dari Kota Bangko. Perkampungan
Rumah Tuo ini berjumlah 30 buah secara berkelompok. Rumah itu disebut
dengan Kajang Lako Rumah Orang Batin (Jambi). Latar belakang sejarahnya
adalah sebagai berikut.
Konon kabarnya orang Batin berasal dari 60 tumbi (keluarga) yang pindah dari Koto Rayo. Ke 60 keluarga inilah yang merupakan asal mula Marga Batin V, dengan 5 dusun asal. Jadi daerah Marga Batin V itu berarti kumpulan 5 dusun yang asalnya dari satu dusun yang sama. Kelima dusun tersebut adalah Tanjung Muara Semayo, Dusun Seling, Dusun Kapuk, Dusun Pulau Aro, dan Dusun Muara Jernih. Daerah Margo Batin V kini masuk wilayah Kecamatan Tabir.
Pada awalnya orang Batin tinggal berkelompok, terdiri dari 5 kelompok
asal yang membentuk 5 dusun. Salah satu perkampungan Batin yang masih
utuh hingga sekarang adalah Kampung Lamo di Rantau Panjang. Rumah-rumah
di sana dibangun memanjang secara terpisah, berjarak sekitar 2 m,
menghadap ke jalan. Di belakang rumah dibangun lumbung tempat menyimpan
padi.
Pada umumnya mata pencaharian orang Batin adalah bertani, baik di ladang maupun di sawah. Selain itu, mereka juga berkebun, mencari hasil hutan, mendulang emas, dan mencari ikan di sungai. Bentuk Rumah Tempat tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atau Rumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah Lamo seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas. Tipologi rumah lamo berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat persegi panjang tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya, dan dipengaruhi pula oleh hukum Islam.
Sebagai suatu bangunan tempat tinggal, rumah lamo terdiri dari beberapa bagian, yaitu bubungan/atap, kasau bentuk, dinding, pintu/jendela, tiang, lantai, tebar layar, penteh, pelamban, dan tangga. Bubungan/atap biasa juga disebut dengan ‘gajah mabuk,’ diambil dari nama pembuat rumah yang kala itu sedang mabuk cinta tetapi tidak mendapat restu dari orang tuanya. Bentuk bubungan disebut juga lipat kajang, atau potong jerambah. Atap dibuat dari mengkuang atau ijuk yang dianyam kemudian dilipat dua. Dari samping, atap rumah lamo kelihatan berbentuk segi tiga. Bentuk atap seperti itu dimaksudkan untuk mempermudah turunnya air bila hari hujan, mempermudah sirkulasi udara, dan menyimpan barang.
Kasau Bentuk adalah atap yang berada di ujung atas sebelah atas. Kasau bentuk berada di depan dan belakang rumah, bentuknya miring, berfungsi untuk mencegah air masuk bila hujan. Kasou bentuk dibuat sepanjang 60 cm dan selebar bubungan. Dinding/masinding rumah lamo dibuat dari papan, sedangkan pintunya terdiri dari 3 macam. Ketiga pintu tersebut adalah pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang. Pintu tegak berada di ujung sebelah kiri bangunan, berfungsi sebagai pintu masuk. Pintu tegak dibuat rendah sehingga setiap orang yang masuk ke rumah harus menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada si empunya rumah. Pintu masinding berfungsi sebagai jendela, terletak di ruang tamu. Pintu ini dapat digunakan untuk melihat ke bawah, sebagai ventilasi terutama pada waktu berlangsung upacara adat, dan untuk mempermudah orang yang ada di bawah untuk mengetahui apakah upacara adat sudah dimulai atau belum. Pintu balik melintang adalah jendela terdapat pada tiang balik melintang. Pintu itu digunakan oleh pemuka-pemuka adat, alim ulama, ninik mamak, dan cerdik pandai.
Adapun jumlah tiang rumah lamo adalah 30 terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam, dengan panjang masing-masing 4,25 m. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka bangunan. Lantai rumah adat dusun Lamo di Rantau Panjang, Jambi, dibuat bartingkat. Tingkatan pertama disebut lantai utama, yaitu lantai yang terdapat di ruang balik melintang. Dalam upacara adat, ruangan tersebut tidak bisa ditempati oleh sembarang orang karena dikhususkan untuk pemuka adat. Lantai utama dibuat dari belahan bambu yang dianyam dengan rotan. Tingkatan selanjutnya disebut lantai biasa. Lantai biasa di ruang balik menalam, ruang tamu biasa, ruang gaho, dan pelamban.
Tebar layar, berfungsi sebagai dinding dan penutup ruang atas. Untuk menahan tempias air hujan, terdapat di ujung sebelah kiri dan kanan bagian atas bangunan. Bahan yang digunakan adalah papan. Penteh, adalah tempat untuk menyimpan terletak di bagian atas bangunan. Bagian rumah selanjutnya adalah pelamban, yaitu bagian rumah terdepan yang berada di ujung sebelah kiri. Pelamban merupakan bangunan tambahan/seperti teras. Menurut adat setempat, pelamban digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu yang belum dipersilahkan masuk. Sebagai ruang panggung, rumah tinggal orang Batin mempunyai 2 macam tangga. Yang pertama adalah tangga utama, yaitu tangga yang terdapat di sebelah kanan pelamban. Yang kedua adalah tangga penteh, digunakan untuk naik ke penteh.
Perkampungan Rumah Tuo merupakan salah satu bentuk peninggalan sejarah yang terletak di Kecamatan
Konon kabarnya orang Batin berasal dari 60 tumbi (keluarga) yang pindah dari Koto Rayo. Ke 60 keluarga inilah yang merupakan asal mula Marga Batin V, dengan 5 dusun asal. Jadi daerah Marga Batin V itu berarti kumpulan 5 dusun yang asalnya dari satu dusun yang sama. Kelima dusun tersebut adalah Tanjung Muara Semayo, Dusun Seling, Dusun Kapuk, Dusun Pulau Aro, dan Dusun Muara Jernih. Daerah Margo Batin V kini masuk wilayah Kecamatan Tabir.
Peninggalan Sejarah Kabupaten Merangin |
Pada umumnya mata pencaharian orang Batin adalah bertani, baik di ladang maupun di sawah. Selain itu, mereka juga berkebun, mencari hasil hutan, mendulang emas, dan mencari ikan di sungai. Bentuk Rumah Tempat tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atau Rumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah Lamo seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas. Tipologi rumah lamo berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat persegi panjang tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya, dan dipengaruhi pula oleh hukum Islam.
Sebagai suatu bangunan tempat tinggal, rumah lamo terdiri dari beberapa bagian, yaitu bubungan/atap, kasau bentuk, dinding, pintu/jendela, tiang, lantai, tebar layar, penteh, pelamban, dan tangga. Bubungan/atap biasa juga disebut dengan ‘gajah mabuk,’ diambil dari nama pembuat rumah yang kala itu sedang mabuk cinta tetapi tidak mendapat restu dari orang tuanya. Bentuk bubungan disebut juga lipat kajang, atau potong jerambah. Atap dibuat dari mengkuang atau ijuk yang dianyam kemudian dilipat dua. Dari samping, atap rumah lamo kelihatan berbentuk segi tiga. Bentuk atap seperti itu dimaksudkan untuk mempermudah turunnya air bila hari hujan, mempermudah sirkulasi udara, dan menyimpan barang.
Kasau Bentuk adalah atap yang berada di ujung atas sebelah atas. Kasau bentuk berada di depan dan belakang rumah, bentuknya miring, berfungsi untuk mencegah air masuk bila hujan. Kasou bentuk dibuat sepanjang 60 cm dan selebar bubungan. Dinding/masinding rumah lamo dibuat dari papan, sedangkan pintunya terdiri dari 3 macam. Ketiga pintu tersebut adalah pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang. Pintu tegak berada di ujung sebelah kiri bangunan, berfungsi sebagai pintu masuk. Pintu tegak dibuat rendah sehingga setiap orang yang masuk ke rumah harus menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada si empunya rumah. Pintu masinding berfungsi sebagai jendela, terletak di ruang tamu. Pintu ini dapat digunakan untuk melihat ke bawah, sebagai ventilasi terutama pada waktu berlangsung upacara adat, dan untuk mempermudah orang yang ada di bawah untuk mengetahui apakah upacara adat sudah dimulai atau belum. Pintu balik melintang adalah jendela terdapat pada tiang balik melintang. Pintu itu digunakan oleh pemuka-pemuka adat, alim ulama, ninik mamak, dan cerdik pandai.
Adapun jumlah tiang rumah lamo adalah 30 terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam, dengan panjang masing-masing 4,25 m. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang kerangka bangunan. Lantai rumah adat dusun Lamo di Rantau Panjang, Jambi, dibuat bartingkat. Tingkatan pertama disebut lantai utama, yaitu lantai yang terdapat di ruang balik melintang. Dalam upacara adat, ruangan tersebut tidak bisa ditempati oleh sembarang orang karena dikhususkan untuk pemuka adat. Lantai utama dibuat dari belahan bambu yang dianyam dengan rotan. Tingkatan selanjutnya disebut lantai biasa. Lantai biasa di ruang balik menalam, ruang tamu biasa, ruang gaho, dan pelamban.
Tebar layar, berfungsi sebagai dinding dan penutup ruang atas. Untuk menahan tempias air hujan, terdapat di ujung sebelah kiri dan kanan bagian atas bangunan. Bahan yang digunakan adalah papan. Penteh, adalah tempat untuk menyimpan terletak di bagian atas bangunan. Bagian rumah selanjutnya adalah pelamban, yaitu bagian rumah terdepan yang berada di ujung sebelah kiri. Pelamban merupakan bangunan tambahan/seperti teras. Menurut adat setempat, pelamban digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu yang belum dipersilahkan masuk. Sebagai ruang panggung, rumah tinggal orang Batin mempunyai 2 macam tangga. Yang pertama adalah tangga utama, yaitu tangga yang terdapat di sebelah kanan pelamban. Yang kedua adalah tangga penteh, digunakan untuk naik ke penteh.
Susunan dan Fungsi Ruangan
Kajang Lako terdiri dari 8 ruangan, meliputi pelamban, ruang gaho, ruang masinding, ruang tengah, ruang balik melintang, ruang balik menalam, ruang atas/penteh, dan ruang bawah/bauman. Yang disebut pelamban adalah bagian bangunan yang berada di sebelah kiri bangunan induk. Lantainya terbuat dari bambu belah yang telah diawetkan dan dipasang agak jarang untuk mempermudah air mengalir ke bawah.
Ruang gaho adalah ruang yang terdapat di ujung sebelah kiri bangunan dengan arah memanjang. Pada ruang gaho terdapat ruang dapur, ruang tempat air dan ruang tempat menyimpan. Ruang masinding adalah ruang depan yang berkaitan dengan masinding. Dalam musyawarah adat, ruangan ini dipergunakan untuk tempat duduk orang biasa. Ruang ini khusus untuk kaum laki-laki. Ruang tengah adalah ruang yang berada di tengah-tengah bangunan. Antara ruang tengah dengan ruang masinding tidak memakai dinding. Pada saat pelaksanaan upacara adat, ruang tengah ini ditempati oleh para wanita. Ruangan lain dalam rumah tinggal orang Batin adalah ruang balik menalam atau ruang dalam. Bagian-bagian dari ruang ini adalah ruang makan, ruang tidur orang tua, dan ruang tidur anak gadis.
Selanjutnya adalah ruang balik malintang. Ruang ini berada di ujung sebelah kanan bangunan menghadap ke ruang tengah dan ruang masinding. Lantai ruangan ini dibuat lebih tinggi daripada ruangan lainnya, karena dianggap sebagai ruang utama. Ruangan ini tidak boleh ditempati oleh sembarang orang. Besarnya ruang balik melintang adalah 2×9 m, sama dengan ruang gaho. Rumah lamo juga mempunyai ruang atas yang disebut penteh. Ruangan ini berada di atas bangunan, dipergunakan untuk menyimpan barang. Selain ruang atas, juga ada ruang bawah atau bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding, dipergunakan untuk menyimpan, memasak pada waktu ada pesta, serta kegiatan lainnya.
Kajang Lako terdiri dari 8 ruangan, meliputi pelamban, ruang gaho, ruang masinding, ruang tengah, ruang balik melintang, ruang balik menalam, ruang atas/penteh, dan ruang bawah/bauman. Yang disebut pelamban adalah bagian bangunan yang berada di sebelah kiri bangunan induk. Lantainya terbuat dari bambu belah yang telah diawetkan dan dipasang agak jarang untuk mempermudah air mengalir ke bawah.
Ruang gaho adalah ruang yang terdapat di ujung sebelah kiri bangunan dengan arah memanjang. Pada ruang gaho terdapat ruang dapur, ruang tempat air dan ruang tempat menyimpan. Ruang masinding adalah ruang depan yang berkaitan dengan masinding. Dalam musyawarah adat, ruangan ini dipergunakan untuk tempat duduk orang biasa. Ruang ini khusus untuk kaum laki-laki. Ruang tengah adalah ruang yang berada di tengah-tengah bangunan. Antara ruang tengah dengan ruang masinding tidak memakai dinding. Pada saat pelaksanaan upacara adat, ruang tengah ini ditempati oleh para wanita. Ruangan lain dalam rumah tinggal orang Batin adalah ruang balik menalam atau ruang dalam. Bagian-bagian dari ruang ini adalah ruang makan, ruang tidur orang tua, dan ruang tidur anak gadis.
Selanjutnya adalah ruang balik malintang. Ruang ini berada di ujung sebelah kanan bangunan menghadap ke ruang tengah dan ruang masinding. Lantai ruangan ini dibuat lebih tinggi daripada ruangan lainnya, karena dianggap sebagai ruang utama. Ruangan ini tidak boleh ditempati oleh sembarang orang. Besarnya ruang balik melintang adalah 2×9 m, sama dengan ruang gaho. Rumah lamo juga mempunyai ruang atas yang disebut penteh. Ruangan ini berada di atas bangunan, dipergunakan untuk menyimpan barang. Selain ruang atas, juga ada ruang bawah atau bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding, dipergunakan untuk menyimpan, memasak pada waktu ada pesta, serta kegiatan lainnya.
Ragam Hias
Bangunan rumah tinggal orang Batin dihiasi dengan beberapa motif ragam hias yang berbentuk ukir-ukiran. Motif ragam hias di sana adalah flora (tumbuh-tumbuhan) dan fauna (binatang). Motif flora yang digunakan dalam ragam hias antara lain adalah motif bungo tanjung, motif tampuk manggis, dan motif bungo jeruk. Motif bungo tanjung diukirkan di bagian depan masinding. Motif tampuk manggis juga di depan masinding dan di atas pintu, sedang bungo jeruk di luar rasuk (belandar) dan di atas pintu. Ragam hias dengan motif flora dibuat berwarna. Ketiga motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk memperindah bentuk bangunan dan sebagai gambaran bahwa di sana banyak terdapat tumbuh-tumbuhan. Adapun motif fauna yang digunakan dalam ragam hias adalah motif ikan. Ragam hias yang berbentuk ikan sudah distilir ke dalam bentuk daun-daunan yang dilengkapi dengan bentuk sisik ikan. Motif ikan dibuat tidak berwarna dan diukirkan di bagian bendul gaho serta balik melintang.
Bangunan rumah tinggal orang Batin dihiasi dengan beberapa motif ragam hias yang berbentuk ukir-ukiran. Motif ragam hias di sana adalah flora (tumbuh-tumbuhan) dan fauna (binatang). Motif flora yang digunakan dalam ragam hias antara lain adalah motif bungo tanjung, motif tampuk manggis, dan motif bungo jeruk. Motif bungo tanjung diukirkan di bagian depan masinding. Motif tampuk manggis juga di depan masinding dan di atas pintu, sedang bungo jeruk di luar rasuk (belandar) dan di atas pintu. Ragam hias dengan motif flora dibuat berwarna. Ketiga motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk memperindah bentuk bangunan dan sebagai gambaran bahwa di sana banyak terdapat tumbuh-tumbuhan. Adapun motif fauna yang digunakan dalam ragam hias adalah motif ikan. Ragam hias yang berbentuk ikan sudah distilir ke dalam bentuk daun-daunan yang dilengkapi dengan bentuk sisik ikan. Motif ikan dibuat tidak berwarna dan diukirkan di bagian bendul gaho serta balik melintang.
2. Geopark Merangin
Salah satu keunikan Geologi Di Kabupaten Merangin adalah memiliki Geodiversity unik, yang terletak dikawasan Batang Sungai Merangin antara Desa Air Batu Kecamatan Renah Pembarap, Desa Beiku Tanjung (Teluk Wang Sakti) sampai dengan Ujung Tanjung Kecamatan Bangko. Geodiversity Kabupaten Merangin sampai saat ini masih dalam tahap penelitian guna pembuatan dokumen unutk diajukan menjadi Geopark Merangin/Global Geopark Network (GGN) UNESCO. Bentuk keunikan tersebut berupa Fosil Tree stums, Mecralethopterid, Pecopterid, Cordaites, Calamites, Plan Remais berlokasi di muara Sungai Karing, Sungai Merangin.
Fosil Kayu yang juga masih terdapat disungai merangin tepatnya pada titik kordinat S 02 08’ 58,11” dan E 102 11’ 01,8”. Salah satu Gedeversity yang berada di Sungai Nanung (Anak Sungai Merangin) yang terlampaui dengan track kering pada zona inti di Desa Air Batu. Disamping itu, sepanjang track kering dapat mengamati berbagai biodeversity dan Cultural diversity. Dari Fosil-fosil yang telah ditemukan, ini merupakan gambaran atau bukti sejarah bumi Jambi.
Geopark (Taman Bumi) merupakan suatu konsep manajemen pembangunan kawasan secara berkelanjutan, yang memadu-serasikan tiga keragaman alam yaitu keragaman Geologi (geodiversity), keragaman hayati (biodiversity), dan keragaman budaya (cultural diversity) dengan tujuan untuk pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada asas perlindungan (konservasi) terhadap tiga keragaman tersebut. Keragaman Geologi (geodiversity) yang dapat dimanfaatkan dalam Geopark merupakan warisan geologi yang mempunyai nilai ilmiah (pengetahuan) jarang memiliki pembanding ditempat lain, serta mempunyai nilai estetika dalam berbagai skala. Nilai-nilai tersebut menyatu membentuk kawasan yang unik sebagai tempat kunjungan dan objek rekreasi alam-budaya, serta berfungsi sebagai kawasan warisan geologi yang mempunyai arti lindung dan sebagai situs pengembangan ilmu pengetahuan kebumian.
Kawasan Merangin Provinsi Jambi secara geografis terletak di tengah pulau Sumatera. Provinsi Jmbi ini berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah timur dengan selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu. Kondisi geografis yang sangat strategis diantara Provinsi sekitarnya membuat peran Provinsi Jambi sangat penting terlebih lagi dengan dukungan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu sumber daya alam yang sangat bernilai terdapat dikabupaten Merangin yaitu ditemukan beberapa potensi keragaman geologi di sepanjang sungai Merangin dan sungai Mengkarang.
Fosil flora dan fauna Jambi berumur 250-290 juta tahun (Zaman Parem Akhir). Fosil flora jambitersebut terkam pada batuan gunung api bersisipan sedimen laut (batu gamping, serpih gampingan). Sementara itu dalam sedimen batuan tersebut ditemukan kandungan fosil fusulina, krinoid, amonit, dan brakhiopoda yang berumur perem awal tengah yakni sekitar 290 juta tahun yang lalu. Selain itu terdapat fosil tumbuhan, yang berupa batang kayu terkesikkan berukuran raksasa berumur Tersier-Kuarter awal. Berdasarkan hasil penelitian pada koleksi fosil flora Jambi yang dillakukan Moleh Badan Geologi yang bekerja sama dengan para ahli dari Belanda (Geological Research Institute-naturalis Leiden, The Netherlands) mengindikasikan bahwa pada zaman Paleozotikum Mintakat Sumatera Barat (west Sumatera Block dihuni oleh fauna air hangat dan flora tropis Jambi yang berkaitan dengan Flora Cathaysia. ‘Taman Botani Purba’ kawasan sungai Mangkaranga-Merangin waktu itu merupakan daratan berhutan tropis. Hal ini dibuktikan oleh kehadiran fosil tumbuhan berupa batang pohon yang sudah membantu dan fosil daun Macralethopretis sp, dan lain-lain. Fosil batang pohon Araucaryoxillon yang terawetkan masih berada posisi tumbuh (in-situ). Situs Geologi ini merupakan yang terbaik di Asia. “Fosil flora Jambi” adalah salah satu keragaman geologi Pulau Sumatera dan Indonesia yang sangat penting, karena fosil flora yang dikandungnya merupakan flora tertua di Asia Tenggara dan sebagai founa penghubung antara Provinsi flora cathaysian dan Euramerican. Seperti diketahui, fosil flora Cina Utara sedikit lebih muda dari “Flora Jambi”, sehingga dapat disimpulakan, bahwa “Flora Jambi” merupakan inti titik penyebar flora (botanical nucleus) ke berbagai arah. Pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa Taman bumi atau geopark dan temuan peninggalan zaman megalitik adalah monumen” bisu yang bisa menceritakan peradaban kebudayaan di masa lalu.
Salah satu keunikan Geologi Di Kabupaten Merangin adalah memiliki Geodiversity unik, yang terletak dikawasan Batang Sungai Merangin antara Desa Air Batu Kecamatan Renah Pembarap, Desa Beiku Tanjung (Teluk Wang Sakti) sampai dengan Ujung Tanjung Kecamatan Bangko. Geodiversity Kabupaten Merangin sampai saat ini masih dalam tahap penelitian guna pembuatan dokumen unutk diajukan menjadi Geopark Merangin/Global Geopark Network (GGN) UNESCO. Bentuk keunikan tersebut berupa Fosil Tree stums, Mecralethopterid, Pecopterid, Cordaites, Calamites, Plan Remais berlokasi di muara Sungai Karing, Sungai Merangin.
Fosil Kayu yang juga masih terdapat disungai merangin tepatnya pada titik kordinat S 02 08’ 58,11” dan E 102 11’ 01,8”. Salah satu Gedeversity yang berada di Sungai Nanung (Anak Sungai Merangin) yang terlampaui dengan track kering pada zona inti di Desa Air Batu. Disamping itu, sepanjang track kering dapat mengamati berbagai biodeversity dan Cultural diversity. Dari Fosil-fosil yang telah ditemukan, ini merupakan gambaran atau bukti sejarah bumi Jambi.
Geopark (Taman Bumi) merupakan suatu konsep manajemen pembangunan kawasan secara berkelanjutan, yang memadu-serasikan tiga keragaman alam yaitu keragaman Geologi (geodiversity), keragaman hayati (biodiversity), dan keragaman budaya (cultural diversity) dengan tujuan untuk pembangunan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada asas perlindungan (konservasi) terhadap tiga keragaman tersebut. Keragaman Geologi (geodiversity) yang dapat dimanfaatkan dalam Geopark merupakan warisan geologi yang mempunyai nilai ilmiah (pengetahuan) jarang memiliki pembanding ditempat lain, serta mempunyai nilai estetika dalam berbagai skala. Nilai-nilai tersebut menyatu membentuk kawasan yang unik sebagai tempat kunjungan dan objek rekreasi alam-budaya, serta berfungsi sebagai kawasan warisan geologi yang mempunyai arti lindung dan sebagai situs pengembangan ilmu pengetahuan kebumian.
Kawasan Merangin Provinsi Jambi secara geografis terletak di tengah pulau Sumatera. Provinsi Jmbi ini berbatasan dengan Provinsi Riau, sebelah timur dengan selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu. Kondisi geografis yang sangat strategis diantara Provinsi sekitarnya membuat peran Provinsi Jambi sangat penting terlebih lagi dengan dukungan sumber daya alam yang melimpah. Salah satu sumber daya alam yang sangat bernilai terdapat dikabupaten Merangin yaitu ditemukan beberapa potensi keragaman geologi di sepanjang sungai Merangin dan sungai Mengkarang.
Fosil flora dan fauna Jambi berumur 250-290 juta tahun (Zaman Parem Akhir). Fosil flora jambitersebut terkam pada batuan gunung api bersisipan sedimen laut (batu gamping, serpih gampingan). Sementara itu dalam sedimen batuan tersebut ditemukan kandungan fosil fusulina, krinoid, amonit, dan brakhiopoda yang berumur perem awal tengah yakni sekitar 290 juta tahun yang lalu. Selain itu terdapat fosil tumbuhan, yang berupa batang kayu terkesikkan berukuran raksasa berumur Tersier-Kuarter awal. Berdasarkan hasil penelitian pada koleksi fosil flora Jambi yang dillakukan Moleh Badan Geologi yang bekerja sama dengan para ahli dari Belanda (Geological Research Institute-naturalis Leiden, The Netherlands) mengindikasikan bahwa pada zaman Paleozotikum Mintakat Sumatera Barat (west Sumatera Block dihuni oleh fauna air hangat dan flora tropis Jambi yang berkaitan dengan Flora Cathaysia. ‘Taman Botani Purba’ kawasan sungai Mangkaranga-Merangin waktu itu merupakan daratan berhutan tropis. Hal ini dibuktikan oleh kehadiran fosil tumbuhan berupa batang pohon yang sudah membantu dan fosil daun Macralethopretis sp, dan lain-lain. Fosil batang pohon Araucaryoxillon yang terawetkan masih berada posisi tumbuh (in-situ). Situs Geologi ini merupakan yang terbaik di Asia. “Fosil flora Jambi” adalah salah satu keragaman geologi Pulau Sumatera dan Indonesia yang sangat penting, karena fosil flora yang dikandungnya merupakan flora tertua di Asia Tenggara dan sebagai founa penghubung antara Provinsi flora cathaysian dan Euramerican. Seperti diketahui, fosil flora Cina Utara sedikit lebih muda dari “Flora Jambi”, sehingga dapat disimpulakan, bahwa “Flora Jambi” merupakan inti titik penyebar flora (botanical nucleus) ke berbagai arah. Pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa Taman bumi atau geopark dan temuan peninggalan zaman megalitik adalah monumen” bisu yang bisa menceritakan peradaban kebudayaan di masa lalu.
3. Batu Silindrik
Batu panjang yang dikenal sebagai batu silindrik atau oleh masyarakat setempat disebut batu larung berada di Desa Tanjung Kasri, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin. Di laman KITLV, foto tersebut diberi judul Steen (batoe lahong) in het stroomgebied van de Mesoemai in Djambi. Batoe (batu) lahong tak lain adalah batu larung, sebutan warga Merangin untuk batu tersebut. Sebutan batu ini memang berbeda-beda, misalnya batu bedil atau batu gong. Foto itu bertanggal 16 Desember 1933. Laporan survei arkeologi yang dilakukan BPCB Jambi mengidentifikasi, tinggalan zaman prasejarah itu berbentuk bulat panjang, berdimensi panjang 456 cm, lebar pangkal 120 cm, tinggi pangkal 79 cm, lebar ujung 82 cm dan tinggi ujung 70 cm.
Batu ini menjadi kian menarik dengan adanya relief menyerupai manusia.
Relief itu terdapat di pangkal dan ujung batu. Pada pangkal terdapat relief berupa manusia dalam posisi kaki kangkang, tangan kiri ke bawah memegang wadah, tangan kanan ke atas. Pada ujung juga terdapat relief manusia dalam posisi kangkang, tangan kanan naik sebatas bahu memegang sebuah benda panjang, sedang tangan kiri dalam posisi naik sebatas kepala dengan memegang sebuah benda berbentuk panjang. Jenis batuan terbuat dari batu andesit.
Batu panjang yang dikenal sebagai batu silindrik atau oleh masyarakat setempat disebut batu larung berada di Desa Tanjung Kasri, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin. Di laman KITLV, foto tersebut diberi judul Steen (batoe lahong) in het stroomgebied van de Mesoemai in Djambi. Batoe (batu) lahong tak lain adalah batu larung, sebutan warga Merangin untuk batu tersebut. Sebutan batu ini memang berbeda-beda, misalnya batu bedil atau batu gong. Foto itu bertanggal 16 Desember 1933. Laporan survei arkeologi yang dilakukan BPCB Jambi mengidentifikasi, tinggalan zaman prasejarah itu berbentuk bulat panjang, berdimensi panjang 456 cm, lebar pangkal 120 cm, tinggi pangkal 79 cm, lebar ujung 82 cm dan tinggi ujung 70 cm.
Batu ini menjadi kian menarik dengan adanya relief menyerupai manusia.
Relief itu terdapat di pangkal dan ujung batu. Pada pangkal terdapat relief berupa manusia dalam posisi kaki kangkang, tangan kiri ke bawah memegang wadah, tangan kanan ke atas. Pada ujung juga terdapat relief manusia dalam posisi kangkang, tangan kanan naik sebatas bahu memegang sebuah benda panjang, sedang tangan kiri dalam posisi naik sebatas kepala dengan memegang sebuah benda berbentuk panjang. Jenis batuan terbuat dari batu andesit.
A. Batu Silindrik Kecamatan Sungai Nilo Lembah Masurai
Situs Batu Silindrik atau oleh masyarakat setempat disebut
Batu Larung terletak di atas Bukit Pematang Sungai Nilo, Desa Dusun Tuo,
Kecamatan Lembah Masurai, Kabupaten Merangin, Propinsi Jambi, yang
secara astronomis berada pada koordinat UTM: 0816876/ 9735702.
Batu silindrik tersebut terbuat dari batu alam tanpa hiasan
dengan ukuran 3,50 x 1,15 x 1 m. Pada permukaan atasnya terdapat lubang
berbentuk persegi dengan ukuran 22 x 24 cm.
B. Batu Silindrik Nilodingin Kecamatan Muara Siau
Situs Batu Silindrik Nilodingin terletak di Desa
Nilodingin, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin, Propinsi Jambi
yang secara astronomis berada pada koordinat 02º24’24.00” LS dan
101º50’56.00” BT.
Batu silindrik yang terdapat di situs ini terbuat dari batu
alam yang berbentuk bulat panjang dengan ukuran 4,38 x 1,125 m. Pada
bagian pangkalnya terdapat hiasan berbentuk manusia yang sedang duduk/
jongkok dengan kedua tangan direntangkan. Penggambaran manusia tersebut
tidak sempurna dan tidak proporsional. Sementara pada bagian ujungnya
dibiarkan polos, hanya permukaannya dibuat cembung.
Batu silindrik tersebut ditemukan di tengah persawahan yang
terletak di atas sebuah bukit kecil yang sekarang merupakan lokasi
perkebunan kayu manis. Kondisi batu silindrik tersebut sudah mulai aus,
rapuh, dan patah pada bagian pangkalnya.
4. Prasasti Bersurat Karang Berahi
Prasasti Karang Berahi terletak di Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Propinsi Jambi. Secara astronomis berada pada koordinat 02º03’16.22” LS dan 102º28’09.73” BT. Di situs ini ditemukan sebuah prasasti batu kemudian dikenal dengan nama Prasasti Karang Berahi. Prasasti ini bertuliskan aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno, pertama kali ditemukan pada tahun 1904 oleh L. Berkhout, seorang kontrolir Belanda untuk daerah Bangko. Penemuan prasasti ini kemudian diteliti N.J. Krom, yang menyatakan Prasasti Karang Berahi merupakan salah satu prasasti yang dikeluarkan Kedatuan Sriwijaya. Krom juga membandingkan baik isi dan karakter huruf Prasasti Karang Berahi mirip dengan Prasasti Kotakapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka.
Masih terkait dengan Situs Karang Berahi, yaitu adanya temuan struktur bata di lahan bekas persawahan penduduk di barat desa sekitar 200 m dari Sungai Merangin. Struktur bata yang ditemukan memiliki denah empat persegi panjang dengan ukuran 5,26 x 1,96 m. Di bagian bawah bangunan terdapat 4 buah tempayan yang berisi butiran emas dan manik-manik kaca, temuan ini rupa-rupanya juga menjadi bukti tentang adanya sebuah aktivitas kehidupan pada masa lalu dan terkait erat dengan keberadaan prasasti tersebut.
Peneliti J.G.de Casparis dalam tulisannya mengemukakan makna yang tersurat pada Prasasti Bersurat Karang Berahi berisikan permintaan kepada para Dewa untuk melindungi Kerajaan Sriwijaya dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat dan durhaka terhadap kerajaan serta memohon kepada dewa-dewa agar menjamin keselamatan mereka yang taat dan setia kepada kerajaan.
Prasasti Karang Berahi terletak di Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Propinsi Jambi. Secara astronomis berada pada koordinat 02º03’16.22” LS dan 102º28’09.73” BT. Di situs ini ditemukan sebuah prasasti batu kemudian dikenal dengan nama Prasasti Karang Berahi. Prasasti ini bertuliskan aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno, pertama kali ditemukan pada tahun 1904 oleh L. Berkhout, seorang kontrolir Belanda untuk daerah Bangko. Penemuan prasasti ini kemudian diteliti N.J. Krom, yang menyatakan Prasasti Karang Berahi merupakan salah satu prasasti yang dikeluarkan Kedatuan Sriwijaya. Krom juga membandingkan baik isi dan karakter huruf Prasasti Karang Berahi mirip dengan Prasasti Kotakapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka.
Masih terkait dengan Situs Karang Berahi, yaitu adanya temuan struktur bata di lahan bekas persawahan penduduk di barat desa sekitar 200 m dari Sungai Merangin. Struktur bata yang ditemukan memiliki denah empat persegi panjang dengan ukuran 5,26 x 1,96 m. Di bagian bawah bangunan terdapat 4 buah tempayan yang berisi butiran emas dan manik-manik kaca, temuan ini rupa-rupanya juga menjadi bukti tentang adanya sebuah aktivitas kehidupan pada masa lalu dan terkait erat dengan keberadaan prasasti tersebut.
Peneliti J.G.de Casparis dalam tulisannya mengemukakan makna yang tersurat pada Prasasti Bersurat Karang Berahi berisikan permintaan kepada para Dewa untuk melindungi Kerajaan Sriwijaya dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat dan durhaka terhadap kerajaan serta memohon kepada dewa-dewa agar menjamin keselamatan mereka yang taat dan setia kepada kerajaan.
sumber : http://kebudayaan.kemdikbud.go.id , Anastasya Wiwik Swastiwi
1 komentar:
Tinti Menzel's Wedding Band | www.titsanium-arts.com
Tinti titanium trim hair cutter Menzel's titanium mig 170 Wedding rocket league titanium white Band | nano titanium flat iron www.titsanium-arts.com. titanium helix earrings
Tuliskan komentar anda